Wajah Baru BUMN dalam Perubahan Ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Update 16:49 - April 17, 2025

Perubahan Ketiga atas UU BUMN menghadirkan reformasi penting untuk meningkatkan tata kelola BUMN, memperkuat pengawasan regulasi, serta mengoptimalkan manajemen aset dan sumber daya manusia.

*Artikel ini ditulis oleh Partner Kantor Hukum Marieta Mauren, Sylvia M. Mauren.

Pada 24 Februari 2025, pemerintah mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dengan tujuan mengoptimalkan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Melalui pemisahan fungsi pengawasan dan operasional, ada sejumlah hal yang ingin disasar, di antaranya memperkuat daya saing nasional serta menciptakan peluang, memberikan dukungan, memastikan perlindungan, dan membangun kemitraan bagi pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, serta koperasi yang berperan sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.

UU BUMN ini memuat beberapa perubahan dan ketentuan tambahan seperti definisi BUMN sebagai entitas bisnis yang memiliki hak istimewa yang dimiliki oleh Republik Indonesia, hingga dimasukkannya prinsip business judgment rule ke dalam UU BUMN yang berlaku bagi direksi dan dewan komisaris. Business judgment rule sendiri sudah lama diperkenalkan dan diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) melalui Pasal 97. Selain itu, UU ini juga mengatur lebih rinci mengenai pengelolaan aset dan sumber daya manusia BUMN, serta pembentukan perusahaan anak BUMN. Mengenai privatisasi, UU BUMN mengatur lebih beberapa pembatasan bahwa privatisasi hanya pada BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan larangan privatisasi disimplifikasi menjadi pada bidang yang (a) berkaitan dengan industri strategis pertahanan dan keamanan nasional; (b) diberikan tugas khusus oleh pemerintah pusat untuk menjalankan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan/atau (c) bergerak di bidang usaha yang secara tegas dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Satu hal yang menarik perhatian masyarakat luas tentu saja pembentukan Badan Pengelola Investasi Anagata Nusantara (Danantara) yang pada akhirnya mengubah paradigma pengelolaan BUMN. Sebelumnya, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara hanya mengatur pengurusan BUMN yang dilakukan oleh direksi dan pengawasan BUMN yang dilakukan oleh dewan komisaris. Dalam UU BUMN, selain kepengurusan dan pengawasan tersebut, diatur bahwa kekuasaan pengelolaan BUMN berada di tangan presiden melalui Pasal 3A. Kekuasaan pengelolaan tersebut termasuk kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN, dan kekuasaan tersebut dikuasakan kepada menteri selaku pemegang saham seri A Dwiwarna dan Danantara sebagai pemegang saham seri B pada holding investasi dan holding operasional. Kemudian, Pasal 3B mengatur bahwa menteri bertugas untuk menetapkan kebijakan, mengatur, membina, mengoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan kebijakan pengelolaan BUMN.

Pada sisi lain, Danantara diberikan kewenangan pelaksanaan pengelolaan BUMN melalui Pasal 3E Ayat (1) dan Pasal 3F Ayat (1) UU BUMN. Untuk melakukan tugas tersebut, Danantara diberikan wewenang untuk (a) mengelola deviden holding investasi, deviden holding operasional, dan deviden BUMN; (b) menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan deviden; (c) bersama menteri membentuk holding investasi dan holding operasional; (c) bersama menteri menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih aset BUMN yang diusulkan oleh holding investasi atau holding operasional; (e) memberikan pinjaman, menerima pinjaman, dan mengagunkan aset dengan persetujuan presiden; dan (f) mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas rencana kerja dan anggaran perusahaan holding investasi dan holding operasional. Selain itu, Danantara juga diberikan hak untuk melakukan investasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, melakukan kerja sama dengan holding investasi, holding operasional, dan pihak ketiga.

UU BUMN juga mengatur mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Danantara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Organ Danantara sendiri terdiri atas dewan pengawas dan badan pelaksana.

Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 menghadirkan reformasi penting untuk meningkatkan tata kelola BUMN, memperkuat pengawasan regulasi, serta mengoptimalkan manajemen aset dan sumber daya manusia. Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi Anagata Nusantara menandai perubahan mendasar dalam pengawasan BUMN, dengan tujuan menciptakan tata kelola yang lebih terstruktur dan profesional. Sementara itu, pengendalian privatisasi yang lebih ketat serta peningkatan langkah-langkah audit memastikan transparansi dan akuntabilitas. Perubahan ini secara keseluruhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sambil tetap mempertahankan kendali negara atas industri strategis dan layanan publik.

Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Hukumonline dengan Kantor Hukum Marieta Mauren.