Update 14:53 - April 30, 2025
Bidang kemaritiman dan pengangkutan laut mungkin belum populer di kalangan mahasiswa hukum. Namun, bagi mereka yang berani melangkah keluar dari arus utama, bidang ini menawarkan bukan hanya prospek karier yang solid, tapi juga keterlibatan dalam isu-isu strategis berskala global.
Sektor kemaritiman dan pengangkutan laut di Indonesia, kerap kali dianggap sebagai ranah yang belum banyak dijamah. Padahal, mengingat posisi strategis Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar dan punya peran penting dalam perdagangan internasional, sektor ini telah lama menjadi tulang punggung logistik, perdagangan, serta konektivitas nasional.
Ironisnya, bidang hukum pengangkatan laut masih menjadi niche practice area di kalangan konsultan hukum. Prospek karier pun sebenarnya masih terbuka luas, karena kebutuhan akan keahlian ini terus meningkat, seiring kompleksitas transaksi dan kesadaran terhadap aspek hukum dalam shipping operation.
”Penting bagi konsultan hukum untuk memiliki spesialisasi atau keahlian khusus dalam industri tertentu. Pemahaman yang mendalam terkait hukum dan industri, memungkinkan ia dapat berdiskusi dengan klien tentang kebutuhan mereka secara lebih fokus dan efisien, sehingga advis yang diberikan dapat lebih efektif dan ’targeted’,” kata Desi Rutvikasari, Partner Marieta Mauren yang memfokuskan praktiknya dalam bidang hukum pengangkutan laut serta penyelesaian sengketa komersial.
Lulusan hukum yang tertarik pada sektor ini, lanjut Desi, tidak hanya dapat berkarier sebagai advokat. Mereka dapat berkarier sebagai in-house counsel di perusahaan pelayaran, logistik, maupun industri lain yang memerlukan kegiatan pengangkutan laut sebagai penunjang bisnis, seperti manufaktur atau energi. Selain itu, peluang berkarier di sektor publik atau pemerintahan juga terbuka lebar.
Hukum maritim dan pengangkutan laut amat erat dengan aspek hukum publik: sisi keamanan laut, keselamatan berlayar, tata kelola kepelabuhan, hingga perlindungan lingkungan maritim. Itu sebabnya, mereka yang ingin mendalami bidang ini juga dapat masuk ke sejumlah kementerian terkait, non-governmental organisations (NGO), atau organisasi internasional seperti International Maritime Organisation (IMO).
”Belum lagi, keahlian hukum maritim dan pengangkutan laut juga diperlukan dalam bidang-bidang penunjang kegiatan pengangkutan laut itu sendiri, misalnya sektor kepelabuhanan atau asuransi kerugian laut. Sebagai contoh, ada profesi-profesi penunjang kegiatan pengangkutan laut yang memerlukan keahlian bidang hukum pengangkutan laut, misalnya penilai kerugian (loss adjuster) dalam asuransi kerugian laut dan claim handler dalam P&I Club,” Desi menjelaskan.
Kombinasi Hardskills dan Softskills
Berkarier di bidang kemaritiman dan hukum pengangkutan laut, bisa jadi hal yang menantang, tetapi juga menguntungkan. Ia pun menguraikan sejumlah keahlian yang harus dimiliki seorang sarjana hukum yang ingin terjun ke dalam sektor ini.
Pertama, hard skills. Paling penting, adalah pemahaman mendalam terkait hukum maritim, baik yang menyangkut aspek hukum publik internasional (seperti kepatuhan hukum dalam pengoperasian kapal, pencegahan pencemaran, keselamatan berlayar, hinga perlindungan awak kapal) dan keperdataan yang mengatur hubungan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pengangkutan laut beserta segala penunjangnya. Selanjutnya, kemampuan menulis dan analisis permasalahan hukum yang sering kali bersifat kompleks, tajam, detail, dan komprehensif.
Pengetahuan mengenai praktik-praktik di bidang pengangkutan laut juga tidak kalah penting. Pengetahuan ini meliputi aspek pengadaan dan pembiayaan kapal, pencarteran kapal (ship chartering), bunkering, kegiatan bongkar-muat kargo, docking kapal, wreck-removal, dan sebagainya.
Kedua, soft skills. Interpersonal skill menjadi salah satu hal yang paling penting untuk membuatnya tetap terhubung dan mampu menjalin jejaring dengan baik. Sinergi yang efektif dengan klien, asosiasi profesi, maupun kolega di industri pendukung ini pada akhirnya memudahkan proses kerja seorang konsultan hukum ke depannya, apalagi kegiatan pengangkutan laut sering kali bersifat cross-border.
“Yang terpenting, karier di bidang hukum apa pun, termasuk hukum maritim dan pengangkutan laut, menuntut dedikasi dan komitmen untuk terus belajar dan adaptif. Karier di bidang ini memberikan kesempatan untuk terlibat memberikan dampak nyata dalam isu-isu perdagangan global, dan bukan tidak mungkin membantu membentuk kebijakan di bidang maritim,” ujar Desi.
Adapun salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi di bidang ini adalah dengan mengikuti berbagai pendidikan lanjutan dan sertifikasi. Sejumlah universitas terkemuka di negara-negara maritime-centric seperti Inggris, Norwegia, atau Belanda banyak menawarkan pendidikan pascasarjana di bidang hukum maritim dan pengangkutan laut. Selain itu, terdapat asosiasi profesional seperti BIMCO (Baltic International Maritime Council), yang menawarkan berbagai short course yang lebih practical di bidang pencarteran kapal, perjanjian pengangkutan, asuransi kerugian laut, dsb.
Magang di perusahaan pelayaran, industri penunjang, atau kantor hukum dengan practice area bidang kemaritiman dan pengangkutan laut sendiri menjadi penting bagi mahasiswa hukum. Mereka tidak boleh berdiri di menara gading dan harus hidup dalam dinamika industri. Pengenalan mengenai industri ini, cara konsultan hukum bekerja, hingga pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dapat menjadi bekal bagi mahasiswa untuk belajar mengidentifikasi isu hukum dan kompleksitasnya, memahami regulasi, dan mengasah commercial sense. Dari sinilah, mereka dapat mengembangkan minat dan memilih fokus.
Terakhir, bidang kemaritiman dan pengangkutan laut tidak pernah lepas dari isu-isu global. Kondisi geopolitik, perubahan iklim, maupun disrupsi rantai pasok berperan langsung pada sengketa pengangkutan. Sebagai ilustrasi, rangkaian serangan terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah oleh kelompok Houthi; atau kekeringan di Terusan Panama yang mengganggu lalu lintas kapal. Nah, isu-isi ini punya implikasi hukum yang konkret, mulai dari keterlambatan pengiriman, klaim asuransi, hingga penyesuaian charter party.
“Salah satu sumber hukum positif hukum maritim dan pengangkutan laut adalah norma-norma hukum internasional yang terdapat dalam berbagai konvensi internasional, khususnya yang diinisiasi oleh International Maritime Organisation (IMO) sebagai ’gold standard’ bidang keamanan dan keselamatan berlayar, perlindungan lingkungan maritim, dan perlindungan hak pelaut. Indonesia telah meratifikasi beberapa instrumen penting dalam bidang ini, seperti SOLAS, MARPOL, dan Maritime Labour Convention. Oleh karena itu, penting bagi profesional di bidang hukum ini untuk terus up to date dengan perkembangan hukum internasional, khususnya konvensi-konvensi internasional tadi, karena pada akhirnya mereka akan menjadi bagian dari hukum positif dan applicable di Indonesia,” Desi menambahkan.
Jangan Sampai Ada Lost in Translation
Pada praktiknya, terdapat dua kategori sengketa pada bidang kemaritiman dan pengangkutan laut: wet shipping dan dry shipping. Wet shipping, banyak terkait insiden atau isu yang timbul saat kapal berlayar, meliputi tubrukan kapal, pembajakan, atau kapal yang kandas. Nah, hal-hal lain di luar itu, termasuk dalam pekerjaan dry shipping, seperti kontrak pembangunan kapal, jual-beli kapal, pembiayaan pengadaan kapal, kepelabuhan, dan lain sebagainya.
Marieta Mauren banyak menangani beragam sengketa di bidang ini. Mulai dari kontrak bangun dan perbaikan kapal; sengketa asuransi Hull & Machinery; hingga permasalahan mengenai vessel detention dan cargo abandonment. Satu kasus, dapat saja melibatkan hukum dari tiga negara karena biasanya, kapal melakukan perjalanan internasional.
Pada kapal berbendera Panama yang dimiliki perusahaan Inggris, dioperasikan perusahaan Tiongkok, dan membawa kargo dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju pelabuhan di Shanghai, misalnya. Kontrak pengangkutannya tunduk pada hukum Inggris, tetapi kemudian penjual sekaligus pengirim barang adalah perusahaan Indonesia. Jika muncul suatu isu hukum—seperti pembatalan kontrak jual-beli, padahal kargo sudah dimuat di kapal dan kapal sedang berada di wilayah perairan internasional; lalu pembeli atau penerima kargo di pelabuhan di Shanghai tidak mau menerima kargo ini karena off spec (tidak sesuai perjanjian jual-beli)—perlu ditelaah kembali yurisdiksi yang berlaku dalam konteks ini.
“Solusinya ada di hukum Tiongkok sebagai negara pelabuhan tujuan? Hukum Inggris sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak pengangkutan? Atau justru hukum Indonesia karena pengirim dan penjual adalah perusahaan Indonesia? Tentunya jawaban isu ini tidak straight forward,” terang Desi.
Tantangan selanjutnya, terkait latar belakang sistem hukum antarnegara dan perkembangan hukum internasional. Terletak di antara dua samudera, Indonesia menajdi bagian dari jalur pelayaran penting yang menghubungkan dua benua: Asia dan Australia. Ada kalanya, pekerjaan konsultan hukum di bidang ini tidak hanya bersifat nasional, tetapi juga cross border. Jadi, kesempatan untuk bekerja sama dengan para konsultan hukum dari negara lain, seperti negara-negara common law yang memiliki tradisi kuat dalam shipping, sangat terbuka.
Desi percaya, selain sebagai profesi, pada akhirnya konsultan hukum juga merupakan sebuah bisnis yang fokus pada pelayanan klien. Ada standar profesi dan integritas yang tetap harus dipegang. Yang terpenting, adalah bagaimana Marieta Mauren dapat terus terhubung dengan klien, mendengarkan dengan penuh atensi, memahami tantangan yang mereka hadapi, dan memberikan solusi hukum yang tepat sasaran.
Bidang kemaritiman dan pengangkutan laut mungkin belum populer di kalangan mahasiswa hukum. Namun, bagi mereka yang berani melangkah keluar dari arus utama, bidang ini menawarkan bukan hanya prospek karier yang solid, tapi juga keterlibatan dalam isu-isu strategis berskala global. Sebagaimana karakteristik laut: dalam, dinamis, dan penuh kemungkinan.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Hukumonline dengan Kantor Hukum Marieta Mauren.